PANCASILA GAGAL DALAM
PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Pancasila sebagai
ideologi bangsa dan negara Indonesia hakikatnya bukan hanya merupakan suatu
hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana
ideologi-ideologi lain di dunia. Namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat
istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam
pandangan hidup masyarakat Indonesia. Unsur-unsur dalam Pancasila tidak lain
diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini
merupakan sumber utama Pancasila.
Sebagai ideologi,
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila selalu tercermin dalam sendi-sendi
kehidupan bangsa Indonesia. Karena ideologi tersebut terlahir dari bangsa kita
sendiri. Pertanyaan yang muncul selanjutnya, sudahkah nilai-nilai Pancasila
tersebut menjadi landasan sikap dan prilaku yang utuh dalam masyarakat kita ?.
Tentu masing-masing individu kita yang merupakan bagian dari masyarakat mampu menjawab
pertanyaan ini.
Banyak pristiwa di negeri ini yang sangat miris dipandangan
mata. Begitu gencarnya media massa memberitakan tindakan kriminal. Tidak hanya
orang dewasa sebagai pelaku, bahkan anak di bawah umurpun bisa menjadi
aktornya. Tauran antar pelajar tidak terbendung lagi terjadi dimana-mana.
Tindakan asusila menjadi info hangat dikalangan masyarakat kita. Berbagai kasus
hukum seperti korupsi selalu menghias di layar kaca, telah menghinggapi kaum
elit bangsa kita. Masih banyak lagi gambaran negatif yang terjadi, termasuk
adanya pergolakan disintegrasi bangsa di beberapa daerah. Jika direnungkan
lebih jauh semua yang terjadi tersebut mengambarkan bahwa bangsa ini semakin
jauh dari nilai-nilai Pancasila yang merupakan ideologi bangsa.
Pendidikan diharapkan sebagai wadah yang pas
untuk penanaman ideologi Pancasila ternyata belum signifikan memberikan
pengaruh. Saat ini sepertinya Pancasila tidak lagi menjadi bagian penting dalam
proses pendidikan. Bisa dilihat dari kurikulum yang ada, Pancasila hanya
menjadi bagian kecil dari kurikulum yang telah disusun. Kurikulum 2004 yang
disebut sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi atau KBK telah menghilangkan kata
”Pancasila” dari PPKn, tinggal menjadi PKn
atau Pendidikan Kewarganegaraan, tanpa menyebut Pancasila lagi. Begitu pula
dengan kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) tahun 2006, yang
dalam struktur programnya, tidak ada lagi
kata Pancasila, (http://sayidiman.suryohadiprojo.com).
Lemahnya sistem pendidikan nasional dalam mengakomodir pendidikan
Pancasila lewat kebijakan kurikulum berdampak pada lemahnya sistem pendidikan Pancasila. Pendidikan Pancasila selama ini hanya bersifat
teori, sehingga berupa paket pengetahuan. Paket pengetahuan tersebut diajarkan
kepada peserta didik dengan bahan ajar dilengkapi perangkat evaluasinya.
Ironisnya pendidikan Pancasila tersebut sebatas teori padahal nilai-nilai yang
terkandung semestinya menjadi perilaku keseharian. Lingkunganpun tidak
mendukung penerapan
ideologi Pancasila dalam kehidupan sehari, permasalahnnya adalah lemahnya
suritauladan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Memahami apa yang dimaksud dengan pendidikan
berkarakter.
2. Pancasila Gagal dalam pendidikan karakter
bangsa
3. Bagaimana solusi menghindari kegagalan dalam
pendidikan karakter bangsa.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi
pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan
(feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan
karakter tidak akan efektif.
Pendidikan karakter jika diterapkan secara
sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas secara
emosional, sehingga ke depan siap menghadapi segala tantangan hidup. Apalagi
kondisi saat ini dimana kebobrokan moral merajalela.
Permasalahan pendidikan bangsa ini tidak pernah
selesai, ada gejala yang tidak beres dalam dunia pendidikan seperti; siswa yang
tawuran, siswa yang menjadi korban narkoba, siswa yang tidak bersemangat
belajar, siswa yang memperkosa temannya sendiri dan masih banyak lagi
permasalahan pendidikan yang sedang berlangsung belum lagi persoalan yang
terjadi pada lulusan pendidikan yang terjebak pada pengangguran atau para
pelaku korupsi intelek yang menjadi-jadi. fenomena kriminalitas yang terjadi
dalam realitas kehidupan semuanya hampir bersentuhan dengan pendidikan baik itu
yang pra, saat atau pasca pendidikan. Lalu, apa yang telah dilakukan dunia
pendidkan selama ini?
Lebih dari tiga dasawarsa pendidikan berjalan apa adanya dengan
out-put yang seadanya bahkan terkesan pendidkan kita telah mencetak manusia
intelektual, alim tapi kurang bermoral, pernyataan tersebut tidak dapat kita
benarkan atau kita salahkan namun kenyataan
sesungguhnya bangsa kita saat ini sedang mengalami krisis moral baik di tingkat
penguasa maupun rakyat jelata. Sementara itu sangat mencolok di hadapan kita
bahwa pendidikan agama, budi pekerti, dan Pancasila yang dilakukan sejak
sekolah dasar hingga perguruan tinggi, bahkan pendidikan Pancasila yang juga
telah ditatarkan pada pejabat tinggi negara, pegawai negeri pada segala
tingkatan hingga organisasi kemasyarakatan, ternyata gagal membawa masyarakat
kita ke arah yang lebih baik dalam hal membentuk karakter bangsa. Lalu apa yang
sebenarnya telah diajarkan oleh pelajaran budi pekerti, pancasila maupun agama?
Bila dikaitkan dengan pembangunan karakter bangsa, pendidikan bisa
diartikan secara lebih sempit sebagai suatu cara membangun dalam berkehidupan bersama.
Dalam skala tataran antar komunitas, tanpa melihat etnis, suku, agama, ras dan
sebagainya, berkehidupan bersama berarti telah sepakat secara sadar untuk
melakukan ikatan bagi anggotanya menjadi suatu komunitas yang dilakukan dalam
wilayah yang pasti dan sah, serta diakui komunitas masyarakat lainnya. Dari
sudut pandang inilah kemudian timbul berbagai teori tentang bangsa dan negara.
Karakter bangsa muncul dari komunitas-komunitas yang memiliki ikatan dan aturan
yang jelas. Dalam hal ini pendidikan berperan penting membangun persamaan
persefsi antar komunitas sehingga terjalin komunitas yang memiliki
karakter yang jelas dan kuat. Jika
pendidikan gagal dalam membangun persefsi antar komunitas maka yang akan terjadi
adalah perpecahan dan perbedaan serta
akan memudarkan nilai-nilai kebangsaan dan akan berdampak pada hilangnya
karakter bangsa. Kegagalan pendidikan
dalam membangun karakter bangsa disebabkan banyak faktor. Karena ada banyak
komponen dalam pendidikan seperti pendidik, peserta didik, kurikulum, sarana
prasarana maupun komitmen pemerintah untuk memajukan pendidikan nasional.
Karakter tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus dibentuk,
ditumbuh kembangkan dan dibangun secara sadar dan sengaja bahkan kadang-kadang
melalui perjuangan yang keras dengan pengorbanan yang besar. Terbentuknya
karakter juga dipengaruhi lingkungan, dan ditentukan kebiasaan-kebiasaan yang
dilakukan oleh yang bersangkutan. Kebiasaan berperilaku baik akan menuai
karakter baik, sedangkan kebiasaan berperilaku buruk akan menuai karakter
buruk. Kebiasaan-kebiasaan (baik maupun buruk) yang telah membentuk karakter
seseorang akan menjadi daya dorong dan melandasi pemikiran, sikap dan perilaku
yang bersangkutan selanjutnya.
2.2 Pancasila
Gagal dalam Pendidikan Karakter
Setelah 68 Tahun Pancasila dilahirkan, keluhuran
nilai-nilainya sebagai dasar dan haluan bernegara terus diimpikan dan
dipidatokan di berbagai mimbar tanpa kemampuan untuk membumikannya. Nilai-nilai
ideal Pancasila gagal dicetak menjadi karakter bangsa yang melahirkan
kelumpuhan moralitas, integritas, dan etos kejuangan.
Lumpuhnya karakter bangsa itu tecemin dari bahasa publik
kita. Perhatikan halaman depan surat kabar atau perbincangan para politisi.
Cuma ada dua bahasa yang kerap dipakai: bahasa politik atau bahasa ekonomi.”
Bahasa politik selalu bertanya ‘siapa yang menang?’ (who's winning?). Bahasa
ekonomi selalu bertanya ‘di mana untungnya?’ (where's the bottom line?).
Jika kita hendak maju secara budaya dan berkarakter sebagai
bangsa, sepatutnya mesti ada satu bahasa lagi dalam wacana publik, yang
mempertanyakan 'apa yang benar?' (what's right?). Bahasa ini merupakan bahasa
yang unik yang membuat kita tak terlalu nyaman membincangkannya. Dan, untuk
membuat kita nyaman berbincang dalam bahasa ini di masa depan, diperlukan pendidikan
karakter sejak dini.
Yang dimaksud dengan pendidikan karakter di sini adalah
suatu payung istilah yang menjelaskan berbagai aspek pengajaran dan
pembelajaran bagi perkembangan personal. Pendidikan karakter menggarap pelbagai
aspek dari pendidikan moral, pendidikan kewargaan, dan pengembangan karakter.
Pengembangan karakter adalah suatu pendekatan holistik yang menghubungkan
dimensi moral pendidikan dengan ranah sosial dan sipil dari kehidupan siswa.
Pendidikan karakter yang efektif tidaklah diajarkan (taught)
secara kognitif dalam rumus hapalan atau
”pilihan ganda”, melainkan ditangkap (caught) lewat penghayatan emotif. Untuk
mendekati hal itu, pendidikan karakter seringkali diintroduksikan ke dalam
kelas dan kehidupan publik lewat contoh-contoh keteladanan dan kepahlawanan.
Siswa dan masyarakat memeriksa sifat-sifat karakter yang menjelma dalam diri
teladan dan pahlawan itu. Dalam kaitan ini, medium kesusastraan dengan
karya-karya agungnya bisa memberikan wahana yang tepat bagi pendidikan
karakter.
Pancasila tidak pernah sukses saat diterapkan. Itu fakta.
Dari zaman Bung Karno sampai Pak Harto, dan sampai sekarang implementasi
Pancasila itu gagal. Di mana- mana, rakyat jauh dari sejahtera, dan menderita.
Jangan jauh-jauh, contoh paling dekat kasus Lapindo.
Penetapan P4 dan azas tunggal merupakan bentuk formalisasi
Pancasila yang dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru sebagai perwujudan kediktatoran
pada masa itu. Akan tetapi, formalisasi Pancasila tersebut tidak mampu
melembagakan Pancasila ke dalam jiwa setiap manusia Indonesia. Akibatnya,
walaupun penataran P4 dilaksanakan terus - menerus, Pancasila tetap tidak
tertanam dalam jiwa Bangsa Indonesia. Pancasila tidak mampu menjadi pandangan
hidup bangsa.
Banyaknya korupsi, manipulasi anggaran dan
penyimpangan-penyimpangan lain yang dilakukan oleh pejabat dan aparat merupakan
bukti bahwa mereka yang seharusnya menjadi teladan dalam berpancasila pun gagal
menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup mereka. Menekan masyarakat dalam
berpolitik, mencurangi pemilu secara sistematik dalam pemilu selama Orde Baru
juga merupakan perwujudan dari pengkhianatan kepada Pancasila.
Orde Baru telah melakukan formalisasi Pancasila dan
menggunakan Pancasila sebagai senjata untuk menakut- nakuti masyarakat.
Alih-alih melembagakan Pancasila ke dalam jiwa setiap warga negara, pemerintah
Orde Baru justru membuat Pancasila menjadi hantu bagi masyarakat. Akibatnya,
masyarakat tidak mampu menjiwai Pancasila.
Melemahnya kekuatan Pancasila sebagai ideologi dan pandangan
hidup bangsa terjadi kepada kelompok mahasiswa. Kaum muda yang diharapkan
menjadi penerus kepemimpinan bangsa ternyata abai dengan Pancasila. Mengutip survei
yang dilakukan aktivis gerakan nasionalis pada 2006, sebanyak 80
persenmahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan
bernegara. Sebanyak 15,5 persen responden memilih aliran sosialisme dengan
berbagai varian sebagai acuan hidup. Hanya 4,5 persen responden yang masih
memandangPanc asila tetap layak sebagai pandangan hidup berbangsa dan
bernegara.
Penelitian itu dilakukan di Universitas Indonesia, Institut
Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, dan Universitas
Brawijaya. Perguruan-perguruan tinggi tersebut selama ini dikenal sebagai basis
gerakan politik di Indonesia.Danial menilai survei tersebut menunjukkan kondisi
riil di perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia. Kondisi ini menunjukkan
semakin rendahnya semangat nasionalisme di kalangan generasi penerus bangsa.
"Banyak generasi muda yang lupa isi harfiah Pancasila. Apalagi mengerti
Pancasila secara maknawi?
Pasca bergulirnya gerakan reformasi, Pancasila dilalaikan
oleh banyak pihak. Pancasila tidak lagi menjadi acuan dalam kehidupan politik
dan tak lagi digunakan sebagai kerangka penyelesaian masalah nasional. Bahkan,
banyak orang bersikap sinis dan takut ditertawakan jika berbicara tentang
Pancasila. Pancasila tak lagi menjadi acuan, baik dalam pengambilan keputusan
maupun penyusunan perundang- undangan. Jarang pula masalah nasional yang
menentukan jalannya sejarah bangsa direfleksikan atau dipertanyakan kembali
dalam kerangka dasar negara, Pancasila.
Masalah itu, antara lain terlihat dalam meningkatnya jumlah
penduduk miskin dan penganggur, kesehatan dan pendidikan bagi rakyat miskin,
konflik etnis dan antarumat beragama, serta meluasnya sikap ekstrem dan
fundamentalis. Itu semua jauh dari Pancasila.Kebebasan yang diperoleh melalui
reformasi, lanjutnya, dipahami dalam kerangka logika konsumerisme dan tumbuhnya
sikap tak peduli akan nilai empati, compassion, cinta kasih, solidaritas, dan
nilai kemanusiaan yang menjembatani privat dengan publik.
Terkait dengan hal itu, kata Sastra pratedja, Pendidikan Pancasila
perlu diperhatikan kembali. Pasca reformasi, Pendidikan Pancasila menjadi
kurang penting dalam lembaga pendidikan. Hal itu bisa jadi merupakan akibat
Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang selama Orde Baru sangat
ditekankan. Pendidikan Pancasila harus ditumbuhkan lagi menjadi bagian dari
Pendidikan Kewarganegaraan dengan cara yang menarik. Beberapa langkah yang bisa
dikategorikan sebagai pengamalan Pancasila adalah memperbaiki kualitas
keberagaman masyarakat secara berimbang, memperbaiki kualitas ketahanan
keluarga, dan memperbaiki persaudaraan antarsesama kelompok.
2.3 Pancasila dan Fakta
Dalam Pendidikan.
Pancasila
sebelum dirumuskan menjadi dasar negara dan ideologi negara, nilai-nilainya
telah terdapat pada bangsa Indonesia dalam adat istiadat, budaya serta dalam
agama-agama sebagai pandangan hidup masyarakat Indonesia. Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa merupakan suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup
dalam masyarakat Indonesia, maka pandangan hidup tersebut dijunjung tinggi oleh
warganya karena pandangan hidup Pancasila berakar pada budaya dan pandangan
hidup masyarakat.
Ideologi
menurut ahli merupakan kumpulan ide atau gagasan atau
aqidah 'aqliyyah (akidah yang sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan
aturan-aturan dalam kehidupan, (www.wikipidea.com). Ideologi bangsa Indonesia adalah Pancasila
yang merupakan hasil dari kristalisasi dari nilai-nilai yang kehidupan
masyarakat.
Namun kenyataan ideologi Pancasila
yang dimiliki sejak lama belum menjadi sebuah karakter. Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu. Suatu nilai yang diwujudkan
dalam bentuk perilaku anak itulah yang disebut karakter. Jadi suatu karakter
melekat dengan nilai dari perilaku tersebut,
Selanjutnya dikatakan, kini yang utama bukanlah budi. Karena itu
bangsa Indonesia mengalami krisis yang luar biasa karena yang utama pada bangsa
ini adalah kekuasaan, harata dan jabatan.
Sementara itu budi, moral, etika, akhlak tidak lagi dinomorsatukan.
Pernyatan ini berkorelasi positif dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini. Kondisi moral bangsa ini sangat
memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan seks bebas, narkoba, minuman kera,
korupsi, rekayasa kriminal dan masih banyak perilaku negatif yang
mengindikasikan penyimpangan atas ideologi Pancasila. Ada apa dengan bangsa ini
? adakah yang salah ?.
Jika demikian faktanya,
ideologi Pancasila yang seharusnya menjadi karakter bangsa malah bertentangan
dengan prilaku yang ditujukan masyarakat dalam keseharian. Maka upaya
pengkarakteran ideologi Pancasila patut menjadi pehatian serius ditengah
hilangnya jati diri bangsa saat ini.
Pengkarakteran Pancasila lewat pendidikan
merupakan upaya untuk menjadikan Pancasila sebagai karakter bangsa.
Kenyataannya upaya ini tidak semudah apa yang dibayangkan. Boleh dikatakan
upaya pendidikan dalam pengkarakteran Pancasila
sejak dini belum membekas pada peserta
didik. Upaya
pengkarakteran Pancasila dalam dunia pendidikan lebih dikenal dengan pendidikan
Pancasila. Pendidikan Pancasila sebenarnya telah lama berjalan semenjak
lahirnya Pancasila. Pendidikan
Pancasila mengalami pasang surut mengkuti kebijakan pemerintah saat itu.
2.4 Langkah-Langkah
Konkret untuk menghindari kegagalan pancasila yang dinilai gagal dalam
pendidikan karakter
a. Pemerintah
Harus Aktualisasikan Nilai-nilai Pancasila
Pemerintah harus bertanggungjawab untuk memelihara,
mengembangkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai pancasila dalam seluruh aspek
kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga
bangsa baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, hukum, kebudayaan maupun
aspek-aspek kehidupan lainnya.
Pancasila adalah dasar negara, oleh karenanya Pancasila
harus dijadikan sumber nilai utama dan sekaligus tolok ukur moral bagi
penyelenggaraan negara dan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Negara juga harus bertanggungjawab untuk senantiasa
membudayakan Pancasila melalui pendidikan Pancasila di semua lingkungan dan
tingkatan secara sadar, terencana dan terlembaga. Sebab Pancasila merupakan
sistem filsafat terbaik yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar dan acuan
bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan semangat Bhinneka
Tunggal Ika.
Segenap komponen bangsa Indonesia wajib menjunjung tinggi,
menjaga dan mengaktualisasikan Pancasila. Pancasila merupakan sistem nilai
fundamental yang harus dijadikan dasar dan acuan oleh pemerintah Negara
Kesatuan Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas pokoknya melindungi
segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasar atas kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social. Kesemua itu,
dalam rangka mewujudkan visi bangsa yakni Indonesia yang sungguh-sungguh
merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Pancasila sebagai suatu sisitem yang berkadar filosofis,
maka Pancasila senantisasa terbuka untuk didiskusikan, ditafsirkan, dikritik
dan sekaligus menjadi alat analisis kritis bagi ideologi-ideologi lain yang
harus dikembangkan secara terus-menerus oleh segenap komponen bangsa dengan
menghindari dominasi dan hegemoni pihak tertentu.
Pancasila itu adalah ideologi terbuka, bukan tertutup
seyogyanya masyarakat dan media massa juga proaktif mendirikan
kelompok-kelompok kajian atau diskusi menjaga dan mengembangkan Pancasila.
b. Peranan Masyarakat dalam Mengangkat Nilai
Pancasila
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa dan
bernegara telah memudar. Bukan hanya pada generasi muda, tapi juga pada diri
para tokoh yang ada sekarang ini, yang menjadi penentu masa depan bangsa
Indonesia. Kita lihat dari gejala-gejala dan bukti-bukti, sekarang ini
nilai-nilai itu sudah memudar. Bukan hanya pada generasi muda. Semangat dan
nilai-nilai Pancasila, seperti saat dilahirkan melalui pidato mantan Presiden
Soekarno, mesti diangkat kembali. Peristiwa penting dan heroik yang mengandung
nilai historis, filosofis kenegaraan, sudah banyak dilupakan.
Saat ini terjadi dekadensi moral di semua lapisan generasi,
pentingnya nilai-nilai Pancasila dipertahankan. Kita melihat akhir-akhir ini
rasa persaudaraan sesama anak- anak bangsa semakin menipis, persoalan dalam hal
toleransi antarumat beragama disejumlah daerah. Pancasila adalah kesepakatan
para pendiri bangsa, nilai-nilai luhur yang harus selalu menjadi pedoman
bangsa. Kalau tidak, bubarlah negeri ini.
Sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila
perlu direaktualisasi dengan mempertimbangkan konteks dinamika lokal, nasional
dan global yang terus berubah. Pancasila tidak boleh hanya sebatas pajangan
yang dikerangkeng dalam mukadimah konstitusi. Proses kehidupan di berbagai
bidang terus bergerak menjauh dari nilai kolektif Pancasila. Reaktualisasi
Pancasila harus jadi agenda besar bangsa. Perlu dirumuskan parameter
transformatif setiap sila dari Pancasila. "Agar lebih mampu menjadi
referensi konsepsional dan operasional. Lalu semua kebijakan pembangunan
nasional mesti merujuk pada parameter transformatif itu. Hal senada dikatakan
Fatwa. Pancasila merupakan nilai-nilai yang memberikan inspirasi, rujukan,
menjadi landasan ke mana kita akan membawa bangsa ini pada kemajuan. Tapi kita
tidak boleh kaku. Pancasila itu dinamis.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan di atas, dapat kami simpulkan bahwa
kajian kemasyarakatan berdasarkan Pancasila kami rangkup dalam contoh penerapan
nilai sila pancasila itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari.
1. Asumsi-asumsi filosofi seperti metafisika, epistemologi dan aksiologi
Pancasila mengimplikasi terhadap pendidikan nasional yang meliputi tujuan
pendidikan, isi atau kurikulum pendidikan, metode pendidikan dan peran pendidik
serta peserta didik.
2. Ideologi Pancasila yang mengandung nilai-nilai
positif karakter bangsa tidak dipraktekan masyarakat dalam kehidupan sehari.
Prilaku yang ditunjukkan masyarakat berbanding terbalik dengan Pancasila itu
sendiri. Hal ini merupakan kegagalan dalam upaya pengkarakteran ideologi
Pancasila ditengah kehidupan.
3. Upaya pengkarakteran ideologi lewat pendidikan
Pancasila dikatakan gagal karena dinamika pendidikan Pancasila mengikuti trend
kurikulum pendidikan nasional yang berlaku. Pendekatan yang digunakan dalam
pendidikan Pancasila selama ini bersifak kognitif belum menyentuh ranah avektif dan psikomotor.
4. Tidak adanya suritauladan menyebabkan tidak
ada panutan dalam penerapan
ideologi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah ditarik, maka perlu adanya wacana repitalisasi pendidikan Pancasila dalam
sistem pendidikan nasional. Revitalisasi pendidikan Pancasila bisa berupa
kebijakan kurikulum yang diharapkan menjadikan Pancasila sebagai entry poin.
Seiring dengan kebijakan kurikulum, perlu kiranya paradikma pendidikan Pancasila tidak hanya berkutat pada
kawasan kognitif, tapi perlu menyentuh kawasan avektif dan psikomototik bahkan
lebih ke arah humanis.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.docstoc.com/docs/22724082/45-Butir-Pengamalan-Pancasila
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20110924185522AARL6cm
http://mlebu.blogdetik.com/2010/04/16/makalah-pancasila/
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2011/05/29/36918/pancasila_bingung_deh_gua--/#.Tr7gonLvY_4
http://www.anakciremai.com. Makalah
Landasan Pendidikan Pancasila. http://www.fai.umj.ac.id. Buku Daras Ilmu
Pendidikan Islam (Pengertian, Ruang Lingkup, dan Tujuan Serta Kegunaan Ilmu
Pendidikan Islam).
http://www.docstoc.com/docs/22724082/45-Butir-Pengamalan-Pancasila
http://shout.indonesianyouthconference.org/article/sharima-umaya/977-pancasila-dan-pengamalannya-dalam-kehidupan-sehari-hari/
No comments:
Post a Comment