Saturday, September 21, 2013

SEJARAH CERPEN ( CERITA PENDEK )



SEJARAH CERPEN ( CERITA PENDEK )
Pengertian Cerpen
Sebenarnya, tidak ada rumusan yang baku mengenai apa itu cerpen. Kalangan sasterawan memiliki rumusan yang tidak sama. H.B. Jassin –Sang Paus Sastra Indonesia- mengatakan bahwa yang disebut cerita pendek harus memiliki bagian perkenalan, pertikaian, dan penyelesaian.
1.         Menurut Wikipedia :
Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah suatu bentuk prosa naratif fiktif.
2.         Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia :
Cerita pendek apabila diuraikan menurut kata yang membentuknya berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah sebagai berikut : cerita artinya tuturan yang membentang bagaimana terjadinya suatu hal, sedangkan pendek berarti kisah pendek (kurang dari 10.000 kata) yang memberikan kesan tunggal yang dominan dan memusatkan diri pada satu tokoh dalam situasi atau suatu ketika ( 1988 : 165 ).
3.         Menurut Susanto dalam Tarigan (1984 : 176) :
cerita pendek adalah cerita yang panjangnya sekitar 5000 kata atau kira-kira 17 halaman kuarto spasi rangkap yang terpusat dan lengkap pada dirinya sendiri.
4.         Menurut Sumardjo dan Saini (1997 : 37) :
cerita pendek adalah cerita atau parasi (bukan analisis argumentatif) yang fiktif (tidak benar-benar terjadi tetapi dapat terjadi dimana saja dan kapan saja, serta relatif pendek).

A. Bakar Hamid dalam tulisan “Pengertian Cerpen” berpendapat bahwa yang disebut cerita pendek itu harus dilihat dari kuantitas, yaitu banyaknya perkataan yang dipakai: antara 500-20.000 kata, adanya satu plot, adanya satu watak, dan adanya satu kesan. Sedangkan Aoh. KH mendefinisikan  bahwa cerpen adalah salah satu ragam fiksi atau cerita rekaan yang sering disebut kisahan prosa pendek.Dan masih banyak sastrawan yang merumuskan definisi cerpen. Rumusan-rumusan tersebut tidak sama persis, juga tidak saling bertentangan satu sama lain., Hampir semuanya menyepakati pada satu kesimpulan bahwa cerita pendek atau yang biasa disingkat cerpen adalah cerita rekaan yang pendek.Dari beberapa buku dan uraian yang layak dijadikan pedoman, tampaknya pendapat pakar cerita pendek dunia, Edgar Allan Poe, sangat cocok menjadi panduan- karena secara teoritis ia memenuhi kriteria ilmiah, tetapi secara praktis ia dapat diaplikasikan. Pendapat yang dirinci Muhammad Diponegoro dalam bukunya Yuk, Nulis Cerpen Yuk disederhanakan sebagai berikut:Pertama, cerita pendek harus pendek.
Seberapa pendeknya? Sebatas rampung baca sekali duduk menunggu bus atau kereta api, atau sambil antre karcis bioskop. Disamping itu ia juga harus memberi kesan secara terus-menerus hingga kalimat terakhir, berarti cerita pendek harus ketat, tidak mengobral detail, dialog hanya diperlukan untuk menampakkan watak, atau menjalankan cerita atau menampilkan problem.Kedua, cerita pendek mengalir dalam arus untuk menciptakan efek tunggal dan unik.
Menurut Poe ketunggalan pikiran dan aksi bisa dikembangkan lewat satu garis dari awal sampai akhir.
Di dalam cerita pendek tak dimungkinkan terjadi aneka peristiwa digresi.Ketiga, cerita pendek harus ketat dan padat. Setiap detil harus mengarus pada pada satu efek saja yang berakhir pada kesan tunggal. Oleh sebab itu ekonomisasi kata dan kalimat – sebagai salah satu ketrampilan yang dituntut bagi seorang cerpenis.Keempat, cerita pendek harus mampu meyakinkan pembacanya bahwa ceritanya benar-benar terjadi, bukan suatu bikinan, rekaan.
Itulah sebabnya dibutuhkan suatu ketrampilan khusus, adanya konsistensi dari sikap dan gerak tokoh, bahwa mereka benar-benar hidup, sebagaimana manusia yang hidup.Kelima, cerita pendek harus menimbulkan kesan yang selesai, tidak lagi mengusik dan menggoda, karena ceritanya seperti masih berlanjut. Kesan selesai itu benar-benar meyakinkan pembaca, bahwa cerita itu telah tamat, sampai titik akhirnya, tidak ada jalan lain lagi, cerita benar-benar rampung berhenti di situ
Rumusan Poe inilah –saya sepakat dengan Korrie Layun Rampan- sesungguhnya yang cukup bisa mewakili pengertian cerita pendek secara umum.

II. Karakteristik Cerpen
Gambaran umum karakteristik cerpen bisa ditangkap dalam rumusan Edgar Alan Poe, di atas.Untuk mempertegas perbedaan cerpen dengan novel, Ismail Marahimin, dalam Menulis Secara Populer menjelaskan bahwa cerpen memang harus pendek dan singkat.Sedangkan cerita rekaan yang panjang adalah novel.Apa ukuran panjang-pendek suatu cerpen itu? Jumlah halamannyakah?Jumlah kata-katanyakah?
Menjawab hal ini, rumusan Poe cukup menjelaskan.Meskipun ada yang berpendapat jumlah katanya tidak lebih dari 10.000 kata (The Liang Gie).Ada yang membatasi jumlah katanya antara 500 – 30.000 kata (Helvy Tiana Rosa).Yang jelas, karakteristik utama cerpen adalah pendek dan singkat.Di dalam cerita yang singkat itu, tentu saja tokoh-tokoh yang memegang peranan tidak banyak jumlahnya, bisa jadi hanya seorang, atau bisa juga sampai sekitar empat orang paling banyak.Itu pun tidak seluruh kepribadian tokoh, atau tokoh-tokoh itu diungkapkan di dalam cerita.

Fokus atau, pusat perhatian, di dalam cerita itu pun hanya satu.Konfliknya pun hanya satu, dan ketika cerita itu dimulai, konflik itu sudah hadir di situ.Tinggal bagaimana menyelesaikan saja.Karena pendeknya, kita biasanya tidaklah menemukan adanya perkembangan di dalam cerita.Tidak ada cabang-cabang cerita.

Tidak ada kelebatan-kelebatan pemikiran tokoh-tokohnya yang melebar ke pelbagai hal dan masalah.Peristiwanya singkat saja. Kepribadian tokoh, atau tokoh-tokoh, pun tidak berkembang, dan kita tidak menyaksikan adanya perubahan nasib tokoh, atau tokoh-tokoh ini ketika cerita berakhir. Dan ketika konfik yang satu itu terselesaikan, kita tidak pula tahu bagaimana kelanjutan kehidupan tokoh, atau tokoh-tokoh, cerita itu.Dan karena
jumlah tokoh terbatas, peristiwanya singkat, waktu berlangsungnya tidak begitu lama, kata-kata yang dipakai harus hemat, tepat dan padat, maka –diatara karakteristik cerpen- tempat kejadiannya pun juga terbatas, berkisar 1-3 tempat saja.
Perlu ditegaskan bahwa cerpen bukan penggalan sebuah novel.BUKAN PULA sebuah novel yang dipersingkat. Cerpen itu adalah sebuah cerita rekaan yang lengkap: tidak ada, tidak perlu, dan harus tidak ada tambahan lain. Cerpen adalah sebuah genre atau jenis, yang berbeda dengan novel.Namun demikian, sebuah cerpen meskipun singkat tetap harus mempunyai tikaian dramatik, atau dalam bahasa The Liang Gie konflik dramatik, yaitu perbenturan kekuatan yang berlawanan. Baik benturan itu terlihat nyata ataupun tersamarkan.Sebab inilah inti suatu cerpen.

III. Unsur-Unsur Dalam Cerpen
1. Tema
Yaitu gagasan inti.Dalam sebuah cerpen, tema bisa disamakan dengan pondasi sebuah bangunan.Tidaklah mungkin mendirikan sebuah bangunan tanpa pondasi. Dengan kata lain tema adalah sebuah ide pokok, pikiran utama sebuah cerpen; pesan atau amanat. Dasar tolak untuk membentuk rangkaian cerita; dasar tolak untuk bercerita.Tidak mungkin sebuah cerita tidak mempunyai ide pokok.Yaitu sesuatu yang hendak disampaikan pengarang kepada para pembacanya.Sesuatu itu biasanya adalah masalah kehidupan, komentar pengarang mengenai kehidupan atau pandangan hidup si pengarang dalam menempuh kehidupan luas ini.

Pengarang tidak dituntut menjelaskan temanya secara gamblang dan final, tetapi ia bisa saja hanya menyampaikan sebuah masalah kehidupan dan akhirnya terserah pembaca untuk menyikapi dan menyelesaikannya.Secara tradisional, tema itu bisa dijelaskan dengan kalimat sederhana, seperti:
1.                  Kejahatan pada akhirnya akan dikalahkan oleh kebaikan.
2.                  Persahabatan sejati adalah setia dalam suka dan duka.
3.                  Cinta adalah energi kehidupan, karena itu cinta dapat mengatasi segala kesulitan. Dan lain sebagainya.
Cerpen yang baik dan besar biasanya menyajikan berbagai persoalan yang kompleks.Namun, selalu punya pusat tema, yaitu pokok masalah yang mendominasi masalah lainnya dalam cerita itu.Misalnya cerpen “Salju Kapas Putih” karya Satyagraha
Hoerip.Cerpen ini melukiskan pengalaman “aku” di negeri asing dengan baik sekali, tetapi secara tajam cerpen ini menyorot masalah moral.Tokoh “aku” dapat bertahan dari godaan berbuat serong karena pertimbangan moral.
2. Alur atau Plot
Yaitu rangkaian peristiwa yang menggerakkan cerita untuk mencapai efek tertentu.Banyak anggapan keliru mengenai plot. Sementara orang menganggap plot adalah jalan cerita. Dalam pengertian umum, plot adalah suatu permufakatan atau rancangan rahasia guna mencapai tujuan tertentu.
Rancangan tentang tujuan itu bukanlah plot, akan tetapi semua aktivitas untuk mencapai yang diinginkan itulah plot.Atau, secara lebih gamblang plot adalah –menurut Aswendo Atmowiloto- sebab-akibat yang membuat cerita berjalan dengan irama atau gaya dalam menghadirkan ide dasar.
Semua peristiwa yang terjadi di dalam cerita pendek harus berdasarkan hukum sebab-akibat, sehingga plot jelas tidak mengacu pada jalan cerita, tetapi menghubungkan semua peristiwa.
Sehingga Jakob Sumardjo dalam Seluk-beluk Cerita Pendek menjelaskan tentang plot dengan mengatakan, “Contoh populer menerangkan arti plot adalah begini: Raja mati. Itu disebut jalan cerita.Tetapi raja mati karena sakit hati, adalah plot.”Dalam cerpen biasanya digunakan plot ketat artinya bila salah satu kejadian ditiadakan jalan cerita menjadi terganggu dan bisa jadi, tak bisa dipahami.
Adapun jenis plot bisa disederhanakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1.                  Plot keras, jika akhir cerita meledak keras di luar dugaan pembaca. Contohnya: cerpen-cerpen Anton Chekov, pengarang Rusia legendaris, cerpen-cerpen Trisnoyuwono yang terkumpul dalam Laki-laki dan Mesiu, cerpen-cerpen Subagio Sastrowardoyo dalam kumpulannya Kejantanan di Sumbing.
2.                  Plot lembut, jika akhir cerita berupa bisikan, tidak mengejutkan pembaca, namun tetap disampaikan dengan mengesan sehingga seperti terus tergiang di telinga pembaca. Contoh, cerpen Seribu Kunang-kunang di Manhattan karya Umar Kayam, cerpen-cerpen Danarto dalam Godlob, dan hampir semua cerpen Guy de Maupassant, pengarang Perancis menggunakan plot berbisik.
3.                  Plot lembut-meledak, atau plot meledak-lembut adalah campuran plot keras dan lembut. Contoh: cerpen Krawang-Bekasi milik Gerson Poyk, cerpen Bulan Mati karya R. Siyaranamual, dan cerpen Putu Wijaya berjudul Topeng bisa dimasukkan di sini.
Adapun jika kita melihat sifatnya, maka ada cerpen dengan plot terbuka, plot tertutup dan cempuran keduanya. Jadi sifat plot ada kalanya:
1.                  Terbuka. Jika akhir cerita merangsang pembaca untuk mengembangkan jalan cerita, di samping masalah dasar persoalan.
2.                  Tertutup. Akhir cerita tidak merangsang pembaca untuk meneruskan jalan cerita. Contoh Godlobnya Danarto.3. Campuran keduanya.
3.                  PenokohanYaitu penciptaan citra tokoh dalam cerita. Tokoh harus tampak hidup dan nyata hingga pembaca merasakan kehadirannya. Dalam cerpen modern, berhasil tidaknya sebuah cerpen ditentukan oleh berhasil tidaknya menciptakan citra, watak dan karakter tokoh tersebut.
Penokohan, yang didalamnya ada perwatakkan sangat penting bagi sebuah cerita, bisa dikatakan ia sebagai mata air kekuatan sebuah cerita pendek.Pada dasarnya sifat tokoh ada dua macam; sifat lahir (rupa, bentuk) dan sifat batin (watak, karakter). Dan sifat tokoh ini bisa diungkapkan dengan berbagai cara, diantaranya melalui:
·  Tindakan, ucapan dan pikirannya
·  Tempat tokoh tersebut berada
·  Benda-benda di sekitar tokoh
·  Kesan tokoh lain terhadap dirinya
·  Deskripsi langsung secara naratif oleh pengarang
4.         Latar atau Setting
yaitu segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana dalam suatu cerita.
Pada dasarnya, latar mutlak dibutuhkan untuk menggarap tema dan plot cerita, karena latar harus bersatu dengan teman dan plot untuk menghasilkan cerita pendek yang gempal, padat, dan berkualitas.Kalau latar bisa dipindahkan ke mana saja, berarti latar tidak integral dengan tema dan plot. Cerpen saya, Bayi-bayi Tertawa yang mengambil
setting khas Palestina, dengan watak, budaya, emosi, kondisi geografi yang sangat khas Palestina tentu akan menjadi lucu jika settingnya dipindah di Ponorogo. Jelas bahwa setting akan sangat menentukan watak dan karakter tokoh.
5. Sudut Pandangan Tokoh
Di antara elemen yang tidak bisa ditinggalkan dalam membangun cerita pendek adlaah sudah pandangan tokoh yang dibangun sang pengarang. Sudut pandangan tokoh ini merupakan visi pengarang yang dijelmakan ke dalam pandangan tokoh-tokoh bercerita.
Jadi sudut pangan ini sangat erat dengan teknik bercerita.Sudut pandangan ini ada beberapa jenis, tetapi yang umum adalah:
1.                  Sudut pandangan orang pertama. Lazim disebut point of view orang pertama. Pengarang menggunakan sudut pandang “aku” atau “saya”. Di sini yang harus diperhatikan adalah pengarang harus netral dengan “aku” dan “saya”nya.
2.                  Sudut pandang orang ketiga, biasanya pengarang menggunakan tokoh “ia”, atau “dia”. Atau bisa juga dengan menyebut nama tokohnya; “Aisha”, “Fahri”, dan “Nurul” misalnya.
3.                  Sudut pandang campuran, di mana pengarang membaurkan antara pendapat pengarang dan tokoh-tokohnya. Seluruh kejadian dan aktivitas tokoh diberi komentar dan tafsiran, sehingga pembaca mendapat gambaran mengenai tokoh dan kejadian yang diceritakan.
4.         Tinjauan Dari Sudut pandangan yang berkuasa
      Merupakan teknik yang menggunakan kekuasaan si pengarang untuk menceritakan sesuatu sebagai pencipta. Sudut pandangan yang berkuasa ini membuat cerita sangat informatif.
Para pujangga Balai Pustaka banyak yang menggunakan teknik ini. Jika tidak hati-hati dan piawai sudut pandangan berkuasa akan menjadikan cerpen terasa menggurui. Setelah mengerti betul definisi cerpen, karakteristik cerpen dan unsur-unsur yang wajib ada dalam membangun cerpen, maka sejatinya Anda sudah sangat siap untuk menciptakan sebuah cerpen.Sebelum menulis cerpen ada baiknya anda mengetahui anatomi cerpen atau bisa juga disebut struktur cerita.
Umumnya anatomi cerpen, apapun temanya, di manapun settingnya, apapun jenis sudut pandangan tokohnya, dan bagaimanapun alurnya memiliki anatomi sebagai berikut:
1.                       Situasi (pengarang membuka cerita)
2.                       Peristiwa-peristiwa terjadi
3.                       Peristiwa-peristiwa memuncak
4.                       Klimaks
5.                       Anti Klimaks
Atau, komposisi cerpen, sebagaimana ditandaskan H.B.Jassin dapat dikatakan sebagai berikut:
1.                       Perkenalan
2.                       Pertikaian
3.                       Penyelesaian
Cerpen yang baik adalah yang memiliki anatomi dan struktur cerita yang seimbang.Kelemahan utama penulis cerpen pemula biasanya di struktur cerita ini. Helvy Tiana Rosa selama menjadi pimred Annida dan melihat kelemahan mereka itu dan berkomentar,“Cerpenis-cerpenis pemula biasanya kurang memperhatikan proporsionalitas struktur cerita.
Banyak di antara mereka yang berpanjang-panjang ria dalam menulis pembukaan cerpennya. Mereka menceritakan semua, seolah takut para pembaca tak mengerti apa yang akan atau sedang mereka ceritakan. Akibatnya sering satu sampai dua halaman pertama karya mereka masih belum jelas akan menceritakan tentang apa. Hanya pengenalan dan pemaparan yang bertele-tele dan membosankan.Konflik yang seharusnya dibahas dengan lebih jelas, luas dan lengkap, sering malah disinggung sambil lalu saja.Pengakhiran konflik pun dibuat sekedarnya.Tahu-tahu sudah penyelesaian.Padahal inti dari cerpen adalah konflik itu sendiri.Jadi jangan sampai pembukaan cerpen menyamai apalagi sampai menelan konflik tersebut.”


V.        Kualitas sebuah Cerpen
Kualitas sebuah cerpen sangat tergantung kepada kepiawaian pengarang dalam mengolah kata-kata yang terbungkus dalam sebuah cerita, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar sebuah cerpen bisa dikatakan lebih berkualitas yaitu :
1.                  Buat judul cerita yang bagus dan menarik. Sebagaimana buku, cerita yang bagus tidak semuanya dibaca orang. Salah satu penyebabnya adalah kalimat pembuka yang buruk dan judul yang mati, tidak menggugah rasa ingin tahu pembacanya.
2.                  Carilah ide cerita yang menarik dan tidak klise. Mengulang ide cerita  adalah pilihan yang kurang tepat, karena akan tampak sangat klise dan menjadi tidak menarik pembaca.
3.                  Buatlah lead, paragraf awal dan kalimat penutup cerita yang semenarik mungkin. Alinea awal dan alinea akhir sangat mementukan keberhasilan sebuah cerpen. Alinea awal berfungsi menggiring pembaca untuk menelusuri dan masuk dalam cerita yang dibacanya. Sedangkan kalimat akhir adalah kunci kesan yang disampaikan pengarang. Kunci kesan ini sangat penting, karena cerpen yang memberikan kesan yang mendalam di hati pembacanya, akan selalu dikenang.
4.                  Perhatikan teknik penceritaan. Teknik yang digunakan pengarang menyangkut penokohan, penyusunan konflik. pembangunan tegangan dan penyajian cerita secara utuh. Jangan sampai pembaca sudah jenuh di awal cerita. Untuk menghindari kejenuhan pembaca di awal cerita bisa kita gunakan teknik:-in medias res (memulai cerita dari tengah)-flash back (sorot balik, penyelaan kronologis)Anton Chekov menyarankan : “Lipat dualah halaman pertama cerpenmu, lalu robek dua dan buang sobekan yang sebelah atas.”
5.                  Buatlah suspense, kejutan-kejutan yang muncul tiba-tiba (bedakan dengan faktor kebetulan), jangan terjebak pada cerita yang bertele-tele dan mudah ditebak.
6.                  Cerpen harus mengandung kebenaran, keterharuan dan keindahan
7.                  Ingat bahwa setiap pengarang mempunyai gaya khas. Pakailah gaya sendiri, jangan meniru. Gunakan bahasa yang komunikatif. Hindari gaya berlebihan dan kata-kata yang terlalu muluk.
8.                  Perhatikan setiap tanda baca dan aturan berbahasa yang baik, tetapi tetap tidak kaku. Jangan bosan untuk membaca dan mengedit ulang cerpen yang telah anda selesaikan.Akhirnya, saat Anda berniat menggoreskan pena menulis cerpen ingatlah pesan J.K. Rowling, siapa tahu ada manfaatnya.

DAFTAR PUSTAKA

-                      http://Menuliscerpen-menulis-cerpen-blogspot.com
-                      www.lenteramerah.com
-                      www.Indonovel.com
-                      http://unsilster.com/2011/01/pengertian-cerpen-dan-ciri-ciri-cerita-pendek/
-                      http://id.wikipedia.org/wiki/Cerita_pendek
-                      http://ortipulang.blogspot.com/2008/09/definisi-cerpen.html
-                      http://abdurrosyid.wordpress.com/2009/07/28/roman-novel-dan-cerpen/
-                      http://riszal92.blogspot.com/2009/03/ciri-ciri-cerpen.html

Friday, September 20, 2013

PANCASILA GAGAL DALAM PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA



PANCASILA GAGAL DALAM PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA
BAB  I
PENDAHULUAN

1.1       Latar Belakang Masalah
Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perenungan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang sebagaimana ideologi-ideologi lain di dunia. Namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia. Unsur-unsur dalam Pancasila tidak lain diangkat dari pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri, sehingga bangsa ini merupakan sumber utama Pancasila.
Sebagai ideologi, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila selalu tercermin dalam sendi-sendi kehidupan bangsa Indonesia. Karena ideologi tersebut terlahir dari bangsa kita sendiri. Pertanyaan yang muncul selanjutnya, sudahkah nilai-nilai Pancasila tersebut menjadi landasan sikap dan prilaku yang utuh dalam masyarakat kita ?. Tentu masing-masing individu kita yang merupakan bagian dari masyarakat mampu menjawab pertanyaan ini.
Banyak pristiwa di negeri ini yang sangat miris dipandangan mata. Begitu gencarnya media massa memberitakan tindakan kriminal. Tidak hanya orang dewasa sebagai pelaku, bahkan anak di bawah umurpun bisa menjadi aktornya. Tauran antar pelajar tidak terbendung lagi terjadi dimana-mana. Tindakan asusila menjadi info hangat dikalangan masyarakat kita. Berbagai kasus hukum seperti korupsi selalu menghias di layar kaca, telah menghinggapi kaum elit bangsa kita. Masih banyak lagi gambaran negatif yang terjadi, termasuk adanya pergolakan disintegrasi bangsa di beberapa daerah. Jika direnungkan lebih jauh semua yang terjadi tersebut mengambarkan bahwa bangsa ini semakin jauh dari nilai-nilai Pancasila yang merupakan ideologi bangsa.
Pendidikan diharapkan sebagai wadah yang pas untuk penanaman ideologi Pancasila ternyata belum signifikan memberikan pengaruh. Saat ini sepertinya Pancasila tidak lagi menjadi bagian penting dalam proses pendidikan. Bisa dilihat dari kurikulum yang ada, Pancasila hanya menjadi bagian kecil dari kurikulum yang telah disusun. Kurikulum 2004 yang disebut sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi atau KBK telah menghilangkan kata ”Pancasila” dari PPKn, tinggal menjadi PKn atau Pendidikan Kewarganegaraan, tanpa menyebut Pancasila lagi. Begitu pula dengan kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) tahun 2006, yang dalam struktur programnya, tidak ada lagi kata Pancasila, (http://sayidiman.suryohadiprojo.com).
Lemahnya sistem pendidikan nasional dalam mengakomodir pendidikan Pancasila lewat kebijakan kurikulum berdampak pada lemahnya sistem pendidikan Pancasila. Pendidikan Pancasila selama ini hanya bersifat teori, sehingga berupa paket pengetahuan. Paket pengetahuan tersebut diajarkan kepada peserta didik dengan bahan ajar dilengkapi perangkat evaluasinya. Ironisnya pendidikan Pancasila tersebut sebatas teori padahal nilai-nilai yang terkandung semestinya menjadi perilaku keseharian. Lingkunganpun tidak mendukung penerapan ideologi Pancasila dalam kehidupan sehari, permasalahnnya adalah lemahnya suritauladan.

1.2 Rumusan Masalah
1.     Memahami apa yang dimaksud dengan pendidikan berkarakter.
2.     Pancasila Gagal dalam pendidikan karakter bangsa
3.     Bagaimana solusi menghindari kegagalan dalam pendidikan karakter bangsa.
BAB  II
PEMBAHASAN
2.1       Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.
Pendidikan karakter jika diterapkan secara sistematis dan berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas secara emosional, sehingga ke depan siap menghadapi segala tantangan hidup. Apalagi kondisi saat ini dimana kebobrokan moral merajalela.
Permasalahan pendidikan bangsa ini tidak pernah selesai, ada gejala yang tidak beres dalam dunia pendidikan seperti; siswa yang tawuran, siswa yang menjadi korban narkoba, siswa yang tidak bersemangat belajar, siswa yang memperkosa temannya sendiri dan masih banyak lagi permasalahan pendidikan yang sedang berlangsung belum lagi persoalan yang terjadi pada lulusan pendidikan yang terjebak pada pengangguran atau para pelaku korupsi intelek yang menjadi-jadi. fenomena kriminalitas yang terjadi dalam realitas kehidupan semuanya hampir bersentuhan dengan pendidikan baik itu yang pra, saat atau pasca pendidikan. Lalu, apa yang telah dilakukan dunia pendidkan selama ini? 
Lebih dari tiga dasawarsa pendidikan berjalan apa adanya dengan out-put yang seadanya bahkan terkesan pendidkan kita telah mencetak manusia intelektual, alim tapi kurang bermoral, pernyataan tersebut tidak dapat kita benarkan atau kita salahkan  namun kenyataan sesungguhnya bangsa kita saat ini sedang mengalami krisis moral baik di tingkat penguasa maupun rakyat jelata. Sementara itu sangat mencolok di hadapan kita bahwa pendidikan agama, budi pekerti, dan Pancasila yang dilakukan sejak sekolah dasar hingga perguruan tinggi, bahkan pendidikan Pancasila yang juga telah ditatarkan pada pejabat tinggi negara, pegawai negeri pada segala tingkatan hingga organisasi kemasyarakatan, ternyata gagal membawa masyarakat kita ke arah yang lebih baik dalam hal membentuk karakter bangsa. Lalu apa yang sebenarnya telah diajarkan oleh pelajaran budi pekerti, pancasila maupun agama?
Bila dikaitkan dengan pembangunan karakter bangsa, pendidikan bisa diartikan secara lebih sempit sebagai suatu cara membangun dalam berkehidupan bersama. Dalam skala tataran antar komunitas, tanpa melihat etnis, suku, agama, ras dan sebagainya, berkehidupan bersama berarti telah sepakat secara sadar untuk melakukan ikatan bagi anggotanya menjadi suatu komunitas yang dilakukan dalam wilayah yang pasti dan sah, serta diakui komunitas masyarakat lainnya. Dari sudut pandang inilah kemudian timbul berbagai teori tentang bangsa dan negara. Karakter bangsa muncul dari komunitas-komunitas yang memiliki ikatan dan aturan yang jelas. Dalam hal ini pendidikan berperan penting membangun persamaan persefsi antar komunitas sehingga terjalin komunitas yang memiliki karakter  yang jelas dan kuat. Jika pendidikan gagal dalam membangun persefsi antar komunitas maka yang akan terjadi adalah  perpecahan dan perbedaan serta akan memudarkan nilai-nilai kebangsaan dan akan berdampak pada hilangnya karakter bangsa.  Kegagalan pendidikan dalam membangun karakter bangsa disebabkan banyak faktor. Karena ada banyak komponen dalam pendidikan seperti pendidik, peserta didik, kurikulum, sarana prasarana maupun komitmen pemerintah untuk memajukan pendidikan nasional.
Karakter tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus dibentuk, ditumbuh kembangkan dan dibangun secara sadar dan sengaja bahkan kadang-kadang melalui perjuangan yang keras dengan pengorbanan yang besar. Terbentuknya karakter juga dipengaruhi lingkungan, dan ditentukan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh yang bersangkutan. Kebiasaan berperilaku baik akan menuai karakter baik, sedangkan kebiasaan berperilaku buruk akan menuai karakter buruk. Kebiasaan-kebiasaan (baik maupun buruk) yang telah membentuk karakter seseorang akan menjadi daya dorong dan melandasi pemikiran, sikap dan perilaku yang bersangkutan selanjutnya.

2.2       Pancasila Gagal dalam Pendidikan Karakter
Setelah 68 Tahun Pancasila dilahirkan, keluhuran nilai-nilainya sebagai dasar dan haluan bernegara terus diimpikan dan dipidatokan di berbagai mimbar tanpa kemampuan untuk membumikannya. Nilai-nilai ideal Pancasila gagal dicetak menjadi karakter bangsa yang melahirkan kelumpuhan moralitas, integritas, dan etos kejuangan.
Lumpuhnya karakter bangsa itu tecemin dari bahasa publik kita. Perhatikan halaman depan surat kabar atau perbincangan para politisi. Cuma ada dua bahasa yang kerap dipakai: bahasa politik atau bahasa ekonomi.” Bahasa politik selalu bertanya ‘siapa yang menang?’ (who's winning?). Bahasa ekonomi selalu bertanya ‘di mana untungnya?’ (where's the bottom line?).
Jika kita hendak maju secara budaya dan berkarakter sebagai bangsa, sepatutnya mesti ada satu bahasa lagi dalam wacana publik, yang mempertanyakan 'apa yang benar?' (what's right?). Bahasa ini merupakan bahasa yang unik yang membuat kita tak terlalu nyaman membincangkannya. Dan, untuk membuat kita nyaman berbincang dalam bahasa ini di masa depan, diperlukan pendidikan karakter sejak dini.
Yang dimaksud dengan pendidikan karakter di sini adalah suatu payung istilah yang menjelaskan berbagai aspek pengajaran dan pembelajaran bagi perkembangan personal. Pendidikan karakter menggarap pelbagai aspek dari pendidikan moral, pendidikan kewargaan, dan pengembangan karakter. Pengembangan karakter adalah suatu pendekatan holistik yang menghubungkan dimensi moral pendidikan dengan ranah sosial dan sipil dari kehidupan siswa.
Pendidikan karakter yang efektif tidaklah diajarkan (taught) secara kognitif dalam rumus  hapalan atau ”pilihan ganda”, melainkan ditangkap (caught) lewat penghayatan emotif. Untuk mendekati hal itu, pendidikan karakter seringkali diintroduksikan ke dalam kelas dan kehidupan publik lewat contoh-contoh keteladanan dan kepahlawanan. Siswa dan masyarakat memeriksa sifat-sifat karakter yang menjelma dalam diri teladan dan pahlawan itu. Dalam kaitan ini, medium kesusastraan dengan karya-karya agungnya bisa memberikan wahana yang tepat bagi pendidikan karakter.
Pancasila tidak pernah sukses saat diterapkan. Itu fakta. Dari zaman Bung Karno sampai Pak Harto, dan sampai sekarang implementasi Pancasila itu gagal. Di mana- mana, rakyat jauh dari sejahtera, dan menderita. Jangan jauh-jauh, contoh paling dekat kasus Lapindo.
Penetapan P4 dan azas tunggal merupakan bentuk formalisasi Pancasila yang dilakukan oleh Pemerintah Orde Baru sebagai perwujudan kediktatoran pada masa itu. Akan tetapi, formalisasi Pancasila tersebut tidak mampu melembagakan Pancasila ke dalam jiwa setiap manusia Indonesia. Akibatnya, walaupun penataran P4 dilaksanakan terus - menerus, Pancasila tetap tidak tertanam dalam jiwa Bangsa Indonesia. Pancasila tidak mampu menjadi pandangan hidup bangsa.
Banyaknya korupsi, manipulasi anggaran dan penyimpangan-penyimpangan lain yang dilakukan oleh pejabat dan aparat merupakan bukti bahwa mereka yang seharusnya menjadi teladan dalam berpancasila pun gagal menjadikan Pancasila sebagai pandangan hidup mereka. Menekan masyarakat dalam berpolitik, mencurangi pemilu secara sistematik dalam pemilu selama Orde Baru juga merupakan perwujudan dari pengkhianatan kepada Pancasila.
Orde Baru telah melakukan formalisasi Pancasila dan menggunakan Pancasila sebagai senjata untuk menakut- nakuti masyarakat. Alih-alih melembagakan Pancasila ke dalam jiwa setiap warga negara, pemerintah Orde Baru justru membuat Pancasila menjadi hantu bagi masyarakat. Akibatnya, masyarakat tidak mampu menjiwai Pancasila.
Melemahnya kekuatan Pancasila sebagai ideologi dan pandangan hidup bangsa terjadi kepada kelompok mahasiswa. Kaum muda yang diharapkan menjadi penerus kepemimpinan bangsa ternyata abai dengan Pancasila. Mengutip survei yang dilakukan aktivis gerakan nasionalis pada 2006, sebanyak 80 persenmahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Sebanyak 15,5 persen responden memilih aliran sosialisme dengan berbagai varian sebagai acuan hidup. Hanya 4,5 persen responden yang masih memandangPanc asila tetap layak sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara.
Penelitian itu dilakukan di Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, dan Universitas Brawijaya. Perguruan-perguruan tinggi tersebut selama ini dikenal sebagai basis gerakan politik di Indonesia.Danial menilai survei tersebut menunjukkan kondisi riil di perguruan tinggi negeri di seluruh Indonesia. Kondisi ini menunjukkan semakin rendahnya semangat nasionalisme di kalangan generasi penerus bangsa. "Banyak generasi muda yang lupa isi harfiah Pancasila. Apalagi mengerti Pancasila secara maknawi?
Pasca bergulirnya gerakan reformasi, Pancasila dilalaikan oleh banyak pihak. Pancasila tidak lagi menjadi acuan dalam kehidupan politik dan tak lagi digunakan sebagai kerangka penyelesaian masalah nasional. Bahkan, banyak orang bersikap sinis dan takut ditertawakan jika berbicara tentang Pancasila. Pancasila tak lagi menjadi acuan, baik dalam pengambilan keputusan maupun penyusunan perundang- undangan. Jarang pula masalah nasional yang menentukan jalannya sejarah bangsa direfleksikan atau dipertanyakan kembali dalam kerangka dasar negara, Pancasila.
Masalah itu, antara lain terlihat dalam meningkatnya jumlah penduduk miskin dan penganggur, kesehatan dan pendidikan bagi rakyat miskin, konflik etnis dan antarumat beragama, serta meluasnya sikap ekstrem dan fundamentalis. Itu semua jauh dari Pancasila.Kebebasan yang diperoleh melalui reformasi, lanjutnya, dipahami dalam kerangka logika konsumerisme dan tumbuhnya sikap tak peduli akan nilai empati, compassion, cinta kasih, solidaritas, dan nilai kemanusiaan yang menjembatani privat dengan publik.
Terkait dengan hal itu, kata Sastra pratedja, Pendidikan Pancasila perlu diperhatikan kembali. Pasca reformasi, Pendidikan Pancasila menjadi kurang penting dalam lembaga pendidikan. Hal itu bisa jadi merupakan akibat Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila yang selama Orde Baru sangat ditekankan. Pendidikan Pancasila harus ditumbuhkan lagi menjadi bagian dari Pendidikan Kewarganegaraan dengan cara yang menarik. Beberapa langkah yang bisa dikategorikan sebagai pengamalan Pancasila adalah memperbaiki kualitas keberagaman masyarakat secara berimbang, memperbaiki kualitas ketahanan keluarga, dan memperbaiki persaudaraan antarsesama kelompok.

2.3       Pancasila dan Fakta Dalam Pendidikan.
Pancasila sebelum dirumuskan menjadi dasar negara dan ideologi negara, nilai-nilainya telah terdapat pada bangsa Indonesia dalam adat istiadat, budaya serta dalam agama-agama sebagai pandangan hidup masyarakat Indonesia. Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa merupakan suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia, maka pandangan hidup tersebut dijunjung tinggi oleh warganya karena pandangan hidup Pancasila berakar pada budaya dan pandangan hidup masyarakat.
Ideologi menurut ahli merupakan kumpulan ide atau gagasan atau aqidah 'aqliyyah (akidah yang sampai melalui proses berpikir) yang melahirkan aturan-aturan dalam kehidupan, (www.wikipidea.com).  Ideologi bangsa Indonesia adalah Pancasila yang merupakan hasil dari kristalisasi dari nilai-nilai yang kehidupan masyarakat.
Namun kenyataan ideologi Pancasila yang dimiliki sejak lama belum menjadi sebuah karakter. Karakter berasal dari nilai tentang sesuatu. Suatu nilai yang diwujudkan dalam bentuk perilaku anak itulah yang disebut karakter. Jadi suatu karakter melekat dengan nilai dari perilaku tersebut,  
Selanjutnya dikatakan, kini yang utama bukanlah budi. Karena itu bangsa Indonesia mengalami krisis yang luar biasa karena yang utama pada bangsa ini adalah kekuasaan, harata dan jabatan.  Sementara itu budi, moral, etika, akhlak tidak lagi dinomorsatukan. Pernyatan ini berkorelasi positif dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini. Kondisi moral bangsa ini sangat memprihatinkan. Hal ini ditandai dengan seks bebas, narkoba, minuman kera, korupsi, rekayasa kriminal dan masih banyak perilaku negatif yang mengindikasikan penyimpangan atas ideologi Pancasila. Ada apa dengan bangsa ini ? adakah yang salah ?.
Jika demikian faktanya, ideologi Pancasila yang seharusnya menjadi karakter bangsa malah bertentangan dengan prilaku yang ditujukan masyarakat dalam keseharian. Maka upaya pengkarakteran ideologi Pancasila patut menjadi pehatian serius ditengah hilangnya jati diri bangsa saat ini.
Pengkarakteran Pancasila lewat pendidikan merupakan upaya untuk menjadikan Pancasila sebagai karakter bangsa. Kenyataannya upaya ini tidak semudah apa yang dibayangkan. Boleh dikatakan upaya pendidikan dalam pengkarakteran Pancasila sejak dini belum membekas pada peserta didik. Upaya pengkarakteran Pancasila dalam dunia pendidikan lebih dikenal dengan pendidikan Pancasila. Pendidikan Pancasila sebenarnya telah lama berjalan semenjak lahirnya Pancasila. Pendidikan Pancasila mengalami pasang surut mengkuti kebijakan pemerintah saat itu.
2.4       Langkah-Langkah Konkret untuk menghindari kegagalan pancasila yang dinilai gagal dalam pendidikan karakter
a.         Pemerintah Harus Aktualisasikan Nilai-nilai Pancasila
Pemerintah harus bertanggungjawab untuk memelihara, mengembangkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai pancasila dalam seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini penting dilakukan untuk menjaga bangsa baik dalam bidang ekonomi, sosial, politik, hukum, kebudayaan maupun aspek-aspek kehidupan lainnya.
Pancasila adalah dasar negara, oleh karenanya Pancasila harus dijadikan sumber nilai utama dan sekaligus tolok ukur moral bagi penyelenggaraan negara dan pembentukan peraturan perundang-undangan.
Negara juga harus bertanggungjawab untuk senantiasa membudayakan Pancasila melalui pendidikan Pancasila di semua lingkungan dan tingkatan secara sadar, terencana dan terlembaga. Sebab Pancasila merupakan sistem filsafat terbaik yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar dan acuan bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika.
Segenap komponen bangsa Indonesia wajib menjunjung tinggi, menjaga dan mengaktualisasikan Pancasila. Pancasila merupakan sistem nilai fundamental yang harus dijadikan dasar dan acuan oleh pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas pokoknya melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar atas kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan social. Kesemua itu, dalam rangka mewujudkan visi bangsa yakni Indonesia yang sungguh-sungguh merdeka, berdaulat, adil dan makmur.
Pancasila sebagai suatu sisitem yang berkadar filosofis, maka Pancasila senantisasa terbuka untuk didiskusikan, ditafsirkan, dikritik dan sekaligus menjadi alat analisis kritis bagi ideologi-ideologi lain yang harus dikembangkan secara terus-menerus oleh segenap komponen bangsa dengan menghindari dominasi dan hegemoni pihak tertentu.
Pancasila itu adalah ideologi terbuka, bukan tertutup seyogyanya masyarakat dan media massa juga proaktif mendirikan kelompok-kelompok kajian atau diskusi menjaga dan mengembangkan Pancasila.
b.         Peranan Masyarakat dalam Mengangkat Nilai Pancasila
Nilai-nilai Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara telah memudar. Bukan hanya pada generasi muda, tapi juga pada diri para tokoh yang ada sekarang ini, yang menjadi penentu masa depan bangsa Indonesia. Kita lihat dari gejala-gejala dan bukti-bukti, sekarang ini nilai-nilai itu sudah memudar. Bukan hanya pada generasi muda. Semangat dan nilai-nilai Pancasila, seperti saat dilahirkan melalui pidato mantan Presiden Soekarno, mesti diangkat kembali. Peristiwa penting dan heroik yang mengandung nilai historis, filosofis kenegaraan, sudah banyak dilupakan.
Saat ini terjadi dekadensi moral di semua lapisan generasi, pentingnya nilai-nilai Pancasila dipertahankan. Kita melihat akhir-akhir ini rasa persaudaraan sesama anak- anak bangsa semakin menipis, persoalan dalam hal toleransi antarumat beragama disejumlah daerah. Pancasila adalah kesepakatan para pendiri bangsa, nilai-nilai luhur yang harus selalu menjadi pedoman bangsa. Kalau tidak, bubarlah negeri ini.
Sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara, Pancasila perlu direaktualisasi dengan mempertimbangkan konteks dinamika lokal, nasional dan global yang terus berubah. Pancasila tidak boleh hanya sebatas pajangan yang dikerangkeng dalam mukadimah konstitusi. Proses kehidupan di berbagai bidang terus bergerak menjauh dari nilai kolektif Pancasila. Reaktualisasi Pancasila harus jadi agenda besar bangsa. Perlu dirumuskan parameter transformatif setiap sila dari Pancasila. "Agar lebih mampu menjadi referensi konsepsional dan operasional. Lalu semua kebijakan pembangunan nasional mesti merujuk pada parameter transformatif itu. Hal senada dikatakan Fatwa. Pancasila merupakan nilai-nilai yang memberikan inspirasi, rujukan, menjadi landasan ke mana kita akan membawa bangsa ini pada kemajuan. Tapi kita tidak boleh kaku. Pancasila itu dinamis.
BAB III
PENUTUP
A.        Kesimpulan
Dari berbagai penjelasan di atas, dapat kami simpulkan bahwa kajian kemasyarakatan  berdasarkan  Pancasila kami rangkup dalam contoh penerapan nilai sila pancasila itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari.
1.      Asumsi-asumsi filosofi seperti metafisika, epistemologi dan aksiologi Pancasila mengimplikasi terhadap pendidikan nasional yang meliputi tujuan pendidikan, isi atau kurikulum pendidikan, metode pendidikan dan peran pendidik serta peserta didik.
2.      Ideologi Pancasila yang mengandung nilai-nilai positif karakter bangsa tidak dipraktekan masyarakat dalam kehidupan sehari. Prilaku yang ditunjukkan masyarakat berbanding terbalik dengan Pancasila itu sendiri. Hal ini merupakan kegagalan dalam upaya pengkarakteran ideologi Pancasila ditengah kehidupan.
3.      Upaya pengkarakteran ideologi lewat pendidikan Pancasila dikatakan gagal karena dinamika pendidikan Pancasila mengikuti trend kurikulum pendidikan nasional yang berlaku. Pendekatan yang digunakan dalam pendidikan Pancasila selama ini bersifak kognitif belum menyentuh ranah avektif dan psikomotor.
4.      Tidak adanya suritauladan menyebabkan tidak ada panutan dalam penerapan ideologi Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah ditarik, maka perlu adanya wacana repitalisasi pendidikan Pancasila dalam sistem pendidikan nasional. Revitalisasi pendidikan Pancasila bisa berupa kebijakan kurikulum yang diharapkan menjadikan Pancasila sebagai entry poin. Seiring dengan kebijakan kurikulum, perlu kiranya paradikma pendidikan Pancasila tidak hanya berkutat pada kawasan kognitif, tapi perlu menyentuh kawasan avektif dan psikomototik bahkan lebih ke arah humanis.


DAFTAR PUSTAKA

http://www.docstoc.com/docs/22724082/45-Butir-Pengamalan-Pancasila
http://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20110924185522AARL6cm
http://mlebu.blogdetik.com/2010/04/16/makalah-pancasila/
http://www.anakciremai.com. Makalah Landasan Pendidikan Pancasila. http://www.fai.umj.ac.id. Buku Daras Ilmu Pendidikan Islam (Pengertian, Ruang Lingkup, dan Tujuan Serta Kegunaan Ilmu Pendidikan Islam).
http://www.docstoc.com/docs/22724082/45-Butir-Pengamalan-Pancasila
http://shout.indonesianyouthconference.org/article/sharima-umaya/977-pancasila-dan-pengamalannya-dalam-kehidupan-sehari-hari/